Lompat ke isi

Jaipongan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Jaipong)
Jaipongan

Jaipongan (aksara Sunda: ᮏᮄᮕᮧᮍᮔ᮪) adalah genre seni pertunjukan tradisi Jawa Barat yang merupakan transformasi dari tari pergaulan masyarakat Sunda dan sangat populer di Indonesia.

Jaipongan secara utuh dilahirkan dari proses kreatif dan buah pemikiran Gugum Gumbira di tahun 1976 di Kota Bandung. Jaipongan merupakan genre seni pertunjukan khas Jawa Barat yang bertransformasi dari perkembangan bentuk pertunjukan seni tradisi Jawa Barat seperti ketuk tilu, pencak silat, wayang golek, teater tradisi seperti longser dan topeng banjet. Jaipongan dipopulerkan oleh Gugum Gumbira dan tumbuh pesat di Kota Bandung di tahun 80-an, ditandai dengan munculnya studio rekaman yang representatif yaitu studio rekaman JUGALA. Studio ini yang telah memproduksi kaset rekaman Jaipongan hingga menyebar ke hampir seluruh wilayah di Jawa Barat. Tak disangka Jaipongan mendapat sambutan hangat dari masyarakat Sunda di kala itu. Selanjutnya, Jaipongan menjadi sarana hiburan masyarakat yang berkembang di Subang dan Karawang hingga mendapatkan apresiasi yang cukup besar dari segenap masyarakatnya dan menjadi fenomena baru dalam ranah perkembanhan seni budaya Jawa Barat, menggantikan hiburan seni perhaulan tari rakyat (ketuk tilu) di fase selanjutnya. Keberadaan jaipongan memberikan warna dan corak yang baru dan berbeda dalam bentuk pengemasannya, mulai dari penataan pada komposisi musikalnya hingga dalam bentuk komposisi tariannya.

Jaipongan dikenal oleh seantero masyarakat di Indonesia sejak tahun 1978 setelah munculnya karya Daun Pulus Keser Bojong yang dibawakan oleh Idjah Hadijah dengan pengendangnya yaitu Suwanda dan Juru Aloknya Mang Samin. Meskipun termasuk seni tari kreasi yang relatif baru pada masa itu, Jaipongan dikembangkan berdasarkan kesenian rakyat yang sudah berkembang sebelumnya, seperti Ketuk Tilu, Kliningan, serta Ronggeng seperti yang berkembang di Subang dan Karawang. Perhatian Gugum Gumbira pada kesenian rakyat yang salah satunya adalah Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui dan mengenal betul perbendaharan pola-pola gerak tari tradisi yang ada pada Kliningan/ Bajidoran atau Ketuk Tilu yang populer pada masa-masa tersebut. Gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid dari beberapa kesenian menjadi inspirasi untuk mengembangkan kesenian Jaipongan.

Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang melatarbelakangi terbentuknya tari pergaulan ini. Di kawasan perkotaan Priangan misalnya, pada masyarakat elite, tari pergaulan dipengaruhi dansa Ball Room dari Barat. Sementara pada kesenian rakyat, tari pergaulan dipengaruhi tradisi lokal. Pertunjukan tari-tari pergaulan tradisional tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan atau cara bergaul. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogoran. Misalnya pada tari Ketuk Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab, kendang, dua buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang sederhana sebagai cerminan kerakyatan.

Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogoran (penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub) beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tarinya maupun peristiwa pertunjukannya mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/ Doger/ Tayub). Pada masa itu, eksistensi tari-tarian dalam Ketuk Tilu maupun Longser dan Topeng Banjet cukup digemari oleh masyarakat di Jawa Barat. Secara koreografis tarian itu masih menampakkan pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan, pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari Jaipongan selain dari Ketuk Tilu dan Ibing Bajidor diambil pula dari seni Tayub dan Pencak Silat.

Jaipongan ini akhirnya dikenal secara luas di tahun 1980-an. Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk Tilu perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat kental dengan warna ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun iringannya, yang kemudian tarian itu dideklarasikan dengan nama Jaipongan oleh karena adanya bentuk penentangan dari masyarakat seni Ketuk Tilu.

Perkembangan

[sunting | sunting sumber]
Jaipongan Mojang Priangan

Karya Jaipongan pertama yang mulai dikenal oleh masyarakat adalah tari "Daun Pulus Keser Bojong" dan "Rendeng Bojong" yang keduanya merupakan jenis tari putri dan tari berpasangan (putra dan putri). Dari tarian itu muncul beberapa nama penari Jaipongan yang handal seperti Tati Saleh, Yeti Mamat, Eli Somali, dan Pepen Dedi Kurniadi. Awal kemunculan tarian tersebut sempat menjadi perbincangan, vulgar. Namun dari ekspos beberapa media cetak, nama Gugum Gumbira mulai dikenal masyarakat, apalagi setelah tari Jaipongan pada tahun 1980 dipentaskan di TVRI stasiun pusat Jakarta. Dampak dari kepopuleran tersebut lebih meningkatkan frekuensi pertunjukan, baik di media televisi, hajatan maupun perayaan-perayaan yang diselenggarakan oleh pihak swasta dan pemerintah.

Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian. Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam sebagai pemikat tamu undangan, di mana perkembangan lebih lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).

Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis, humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya, Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola), biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan (seorang sinden tetapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan) sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).

Perkembangan selanjutnya tari Jaipongan terjadi pada tahun 1980-1990-an, di mana Gugum Gumbira menciptakan tari lainnya seperti Toka-toka, Setra Sari, Sonteng, Pencug, Kuntul Mangut, Iring-iring Daun Puring, Rawayan, dan Tari Kawung Anten. Dari tarian-tarian tersebut muncul beberapa penari Jaipongan yang handal antara lain Iceu Effendi, Yumiati Mandiri, Miming Mintarsih, Nani, Erna, Mira Tejaningrum, Ine Dinar, Ega, Nuni, Cepy, Agah, Aa Suryabrata, dan Asep.

Tari Jaipongan boleh disebut sebagai salah satu identitas kesenian Jawa Barat, hal ini tampak pada beberapa acara-acara penting yang berkenaan dengan tamu dari negara asing yang datang ke Jawa Barat, maka disambut dengan pertunjukan tari Jaipongan. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke mancanegara senantiasa dilengkapi dengan tari Jaipongan. Tari Jaipongan banyak memengaruhi kesenian-kesenian lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi Jaipongan, dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong menjadi kesenian Jaipongan-Dangdut.

Sumber rujukan

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]