
SAMARINDA.NIAGA.ASIA — Pakem atau pola tradisi teater Mamanda ternyata tidak sama dengan Sandiwara Mamanda (Sandima), meski sama-sama sebagai seni pertunjukan tradisional.
Ihwal itu diungkap seniman teater Irwan Darmansyah di hadapan peserta Workshop Mamanda garapan Teater Citra Tepian Samarinda, di Wadah Bahimung, Taman Budaya Kaltim, Samarinda, Kamis 29 Agustus 2024.
Pada kegiatan yang dibuka Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Kaltim-Kaltara Titit Lestari, Irwan Darmansyah menyebut Sandima adalah turunan dari Mamanda.
“Sandima hasil akulturasi seni teater dari Mamanda. Beberapa bagian ada kesamaan, seperti struktur cerita dan penokohan. Namun ada beberapa pakem atau pola tradisi Mamanda tidak ada di dalam Sandima,” kata Wawan Timor, sapaan akrab Irwan Darmansyah di dunia teater Kaltim.
Wawan menyebut, pakem-pakem yang ‘hilang’ dari Mamanda itu ada pada ‘beladun’ dan beberapa lagu yang dibawakan raja, permaisuri, putri dan tokoh lainnya. Termasuk, stilisasi gerak para tokoh dan musik.
“Di Sandima tidak ada itu. Karena tidak ada, maka di tahun ‘70-an para senimannya di Samarinda menamakannya Sandiwara Mamanda atau Sandima. Dan memang, Sandima hanya tumbuh dan berkembang di Samarinda hingga sekarang,” ujarnya.
Di Kaltim, lanjut Wawan, hanya dua daerah yang masih mempunyai pakem Mamanda lengkap, yakni Mamanda Berau dan Mamanda Kutai.
“Yang membedakan cuma di bahasa pengantar, yakni bahasa Kutai dan bahasa Berau,” sebut Wawan.
Kendati begitu, Wawan tidak mempersoalkan perbedaan antara Mamanda yang datang dari Kalimantan Selatan, dan Sandima dari Samarinda atau Mamanda Kutai dan Berau.
“Karena mempunyai roh yang sama,” imbuhnya.
Penulis: Hamdani | Editor: Saud Rosadi
Tag: KaltimKesenianMamandaTeater